Kamis, 12 Juni 2014

Apa Itu Akuntansi Syariah?

DEFINISI AKUNTANSI SYARIAH

Akuntansi Syari'ah adalah akuntansi yang berorientasi sosial. Artinya akuntansi ini tidak hanya sebagai alat untuk menterjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi juga sebagai suatu metode menjelaskan bagaimana fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam. Akuntansi Syari'ah termasuk didalamnya isu yang tidak biasa dipikirkan oleh akuntansi konvensional. Perilaku manusia diadili di hari kiamat. Akuntansi harus dianggap sebagai salah satu derivasi/hisab yaitu menganjurkan yang baik dan melarang apa yang jelek. Realitas Akuntansi Syari'ah adalah tercermin dalam akuntansi zakat.




Akuntansi zakat menunjukkan proses di mana kekayaan diperoleh secara halal oleh perusahaan. Ini merupakan salah satu contoh dari turunan hisab yang merupakan bidang akuntansi. Disamping itu ternyata melalui Al Qur'an telah menggariskan bahwa konsep akuntansinya adalah penekanan pertanggungjawaban atau accountability yang tujuanya menjaga keadilan dan kebenaran.
Terdapat beberapa pengertian tentang Akuntansi Syariah, antara lain yaitu:
  1. Secara etimologi , kata akuntansi berasal dari bahasa Inggris, accounting, dalam bahasa Arabnya disebut “ Muhasabah” yang berasal dari kata hasaba, hasiba, muhasabah, atau wazan yang lain adalah hasaba, hasban, hisabah, artinya menimbang, memperhitungkan mengkalkulasikan, mendata, atau menghisab, yakni menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu. Kata “hisab” banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung pada jumlah atau angka, seperti Firman Allah SWT:
QS.Al-Isra’(17):12 “….bilangan tahun-tahun dan perhitungan….”

QS.Al-Thalaq(65):8 “…. maka kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras…”
QS.Al-Insyiqah(84):8 “…. maka dia akan diperiksa dengan pemerikasaan yang mjudah…”
Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau perhitungan yang ketat, teliti, akurat, dan accountable. Oleh karena itu, akuntasi adalah mengetahui sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang dan tidak pula lebih.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Syariah adalah suatu kegiatan identifikasi, klarifikasi, dan pelaporan melalui dalam mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung zhulum (Kezaliman), riba, maysir (judi), gharar (penipuan), barang yang haram, dan membahayakan.
  1. Akuntansi Syari’ah adalah akuntansi yang berorientasi sosial. Artinya akuntansi ini tidak hanya sebagai alat untuk menterjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi juga sebagai suatu metode menjelaskan bagaimana fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam. Akuntansi Syari’ah termasuk didalamnya isu yang tidak biasa dipikirkan oleh akuntansi konvensional. Perilaku manusia diadili di hari kiamat. Akuntansi harus dianggap sebagai salah satu derivasi/hisab yaitu menganjurkan yang baik dan melarang apa yang tidak baik.
  2. Menurut Sofyan S. Harahap dalam (Akuntansi Social ekonomi dan Akuntansi Islam hal 56) mendefinisikan :” Akuntansi Islam atau Akuntansi syariah pada hakekatnya adalah penggunaan akuntansi dalam menjalankan syariah Islam.

Tujuan akuntansi syariah menurut Adnan ada dua hal :
  1. Membantu mencapai keadilan sosio- ekonomi (Al Falah).
  2. Mengenal sepenuhnya kewajiban kepada Tuhan, masyarakat, individu sehubungan dengan pihak- pihak yang terkait pada aktivitas ekonomi yaitu akuntan, auditor, manajer, pemilik, pemerintah dsb sebagai bentuk ibadah.
Sedangkan pendekatan yang ada dalam akuntansi syariah ini ditinjau dari pendekatan tradisional yang telah dapat diterima lebih tinggi dibanding pendekatan baru. Beberapa pendekatan tradisional tersebut, adalah:
  1. Pendekatan Nonteoritis,praktis, atau pragmatis
Pendekatan nonteoritis adalah suatu pendekatan pragmatis (atau praktis) dan suatu pendekatan otoriter. Pendekatan pragmatis adalah pembentukan suatu teori yang berciri khas sesuai dengan praktik senyatanya, dan pembentukan teori tersebut mempunyai kegunaan ditinjau dari segi cara penyelesaian yang pragtis sebagaimana yang diusulkan. Pendekatan otoriter adalah adalah perumusan suatu teori akuntansi, yang umumnya digunakan oleh organisasi professional, dengan menerbitkan pernyataan sebagai peraturan praktik akuntansi.
Oleh karena pendekatan otoriter juga berusaha memberikan cara penyelesaian yang praktis. Kedua pendekatan ini beranggapan bahwa teori akuntansi dengan teknik akuntansi yang dihasilkan harus didasarkan pada kegunaan akhir laporan keuangan jika akuntansi menghendaki mempunyai satu fungsi yang bermanfaat. Dengan kata lain suatu teori yang tanpa konsekwensi praktis merupakan teori yang buruk.
  1. Pendekatan Teoriti
  2. Pendekatan Deduktif
Pendekatan ini berjalan dari umum (dalil dasar tentang lingkungan akuntansi) ke khusus (pertama ke prinsip akuntansi, dan kedua pada teknik akuntansi). Apabila pada saat ini kita beranggapan, bahwa dalil dasar tentang lingkungan akuntansi terdiri dari tujuan dan pernyataan, maka langkah yang digunakan bagi pendekatan deduktif akan meliputi sebagai berikut:
ü  Menetapkan “tujuan” laporan keuangan.
ü  Memilih “aksioma” akuntansi.
ü  Memperoleh “prinsip” akuntansi.
ü  Mengembangkan “teknik” akuntansi.
  1. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif terhadap pembentukan suatu teori dimulai dari pengamatan dan pengukuran serta menuju kea rah kesimpulan yang digeneralisasi. Apabila diterapkan pada akuntansi, maka pendekatan induktif dimulai dari pengamatan informasi keuangan perusahaan, dan hasilnya untuk disimpulkan, atas dasar hubungan kejadian, kesimpulan dan prinsip akuntansi. Penjelasan-penjelasan deduktif dikatakan berjalan dari khusus menuju kea rah umum. Pendekatan induktif pada suatu teori melibatkan empat tahap:
ü  Pengamatan dan pencatatan seluruh pengamatan.
ü  Analisis dan pengklasifikasian pengamatan tersebut untuk mencari hubungan yang berulang kali yaknihubungan yang sama dan serupa.
ü  Pengambilan generalisasi dan prinsip akuntansi induktif dari pengamatan tersebut yang menggambarkan hubungan yang berulang terjadi.
ü  Pengujian generalisasi.
  1. Pendekatan Etis
Pendekatan etis adalah terdiri atas konsep-konsep keadilan, kejujuran, kebenaran, serta kewajaran. Konsep tersebut digunakan oleh D. R Scott sebagai criteria utama untuk perumusan suatu teori akuntansi. Ia menyatakan perlakuan yang “justice” dengan perlakuan yang setara atau sama (equitable), terhadap seluruh pihak yang berkepentingan, menyamakan laporan akuntansi yang “truth” dengan laporan akuntansi yang true dan accurate tanpa kesalahan penyajian; dan menyamakan “fairness” dengan penyajian yang fair, unbiased, dan impartical.
  1. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis perumusan suatu teori akuntansi menekankan pengaruh social terhadap teknik akuntansi. Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan etis yang memusatkan pada suatu konsep kewajaran yang lebih luas, yakni kesejahteraan social.
  1. Pendekatan Ekonomis
Pendekatan ekonomi terhadap suatu perumusan suatu teori akuntansi menitikberatkan pengendalian perilaku indicator makroekonomi yang diakibatkan oleh pemakaian berbagai teknik akuntansi. Sementara pendekatan etis memfokuskan pada konsep “kesejahteraan social,” pendekatan ekonomi memfokuskan pada konsep “kesejahteraan ekonomi umum”.

PERBEDAAN AKUNTANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL

Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf  (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
  2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
  3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
  4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
  5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
  6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
  7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas.
  2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang.
  3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai.
  4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko.
  5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal.
  6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.

Sumber: http://referensiakuntansi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan mengisi kolom komentar ini