Selasa, 09 September 2014

Perlakuan Akuntansi Piutang Tak Tertagih

Usaha tidak selalu berjalan mulus. Ada saatnya dimana perusahaan memiliki piutang tak tertagih (biasa disebut bad debt). Misalnya: Pelanggan pailit alias bangkrut, sehingga memang tidak mampu bayar. Tak sedikit juga pelanggan nakal—mengambil barang secara kredit, lalu tidak bisa dihubungi saat jatuh tempo, otomatis menjadi piutang tak tertagih. Bagaimana perlakuan akuntansinya—kapan diakui, bagaimana membuat jurnalnya, bagaimana cara melaporkannya?


Mengapa Mengakui dan Melaporkan Piutang Tak Tertagih?

Biasanya perusahaan berskala kecil dan menengah jarang melaporkan piutang tak tertagih. Piutang dilaporkan di satu akun saja yaitu: “Piutang Dagang”. Jika karena memang tidak ada, ya tidak apa-apa. Tetapi menjadi tidak benar—dan sangat disayangkan jika sesungguhnya ada tetapi tidak dilaporkan dengan benar.

Misalnya:
PT. JAK mengajukan pinjaman kredit ke bank, untuk itu pihak bank meminta laporan keuangan (Laporan Laba Rugi dan Neraca). Di Neraca-nya PT. JAK, saldo akun ‘Piutang Dagang’ PT. JAK menunjukan angka Rp 250,000,000. Maka bank berasumsi PT. JAK mememiliki tagihan sebesar Rp 250,000,000 kepada pihak luar—yang dalam waktu dekat bisa ditagih. Atas dasar asumsi tersebut, maka bank berani memberikan pinjaman Rp 200,000,000. Padahal dari 250,000,000, kenyataannya hanya Rp 150,000,000 yang sungguh-sungguh bisa ditagih, sedangkan sisanya lagi 100,000,000 adalah piutang (tagihan) kepada pelanggan yang usianya sudah lebih dari 90 hari, bahkan alamat perusahaannya pun sudah tidak diketahui lagi.

Mungkin PT. JAK tidak bermaksud menipu pihak bank, tetapi mengakibatkan bank salah dalam mengambil keputusan. Dengan kata lain, menimbulkan salah penilaian.

Ada kecenderungan perusahaan untuk memilih tidak melaporkan piutang tak tertagih. Semata-mata karena tidak mau aset perusahaan menjadi terlihak kecil. Memang benar, tetapi sesungguhnya ada manfaat mengakui piutang tak tertagih—jika kenyataannya memang ada. Salah satu manfaatnya adalah: piutang tak tertagih mengurangi nilai laba—sehingga mengurangi kewajiban pajak penghasilan (PPh) perusahaan. Sayang jika tidak diakui, bukan?


Metode Pengakuan Piutang Tak Tertagih

Ada 2 metode untuk mengakui piutang tak tertagih, yaitu:
Metode-1. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method) – Dengan metode ini, piutang tak tertagih diakui dan langsung dihapus (write-off) pada saat piutang dianggap sudah tidak bisa ditagih lagi. Pengakuan dilakukan dengan cara mengkredit akun ‘Piutang Dagang’ dan mendebit akun ‘Biaya Piutang Tak Tertagih’ di sisi lainnya.

Misalnya: PT. JAK memiliki tagihan sebesar Rp 15,000,000 kepada PT. ABC yang belum terlunasi sejak 120 hari yang lalu. Pada tanggal 05 Oktober 2011 manajemen PT. JAK mempertimbangkan bahwa piutang dagang di PT. ABC sudah tidak mungkin bisa ditagih lagi, dan memutuskan untuk mengakuinya sebagai piutang tak tertagih. Accounting PT. JAK perlu membuat jurnal pengakuan sekaligus penghapusan piutang tak tertagih sebagai berikut:
[Debit]. Biaya Piutang Tak Tertagih = Rp 15,000,000
[Kredit]. Piutang Dagang – PT. ABC = Rp 15,000,000

Catatan: meteode ini memiliki kelemahan, yaitu: pengakuan biaya menjadi tidak terjadi di periode yang sama dengan pendapatan—sehingga ‘matching principle’ menjadi terabaikan.  Oleh sebab itu, metode in jarang disarankan.

Metode-2. Pencadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debt Allowance Method) – Seperti sudah saya sampaikan pada catatan di atas, prinsip kesesuaian (matching principle) memandatkan agar setiap biaya dapat dihubungkan langsung dengan pendapatannya. Sehingga, idealnya, biaya piutang tak tertagih mestinya juga dibebankan di periode yang sama saat pendapatan (dalam hal ini, penjualan) diakui. Tetapi, nyaris mustahil untuk mengetahui apakah suatu penjualan kredit pasti tertagih atau tak tertagih. Solusinya? Dibuatkan akun ‘Cadangan Piutang Tak Tertagih’.

Dalam pelaksanaannya, jika menggunakan metode pencadangan, setiap tahun buku perusahaan mengakui adanya cadangan piutang tak tertagih.

Misalnya: Untuk tahun 2011, PT. JAK mencadangkan piutang tak tertagih sebesar Rp 25,000,000. Untuk itu, pegawai accounting PT. JAK membuat jurnal sebagai berikut:
[Debit]. Biaya Piutang Tak Tertagih = Rp 25,000,000
[Kredit]. Cadangan Piutang Tak Tertagih = Rp 25,000,000

Dengan dimasukannya jurnal tersebut, maka akun ‘Biaya Piutang Tak Tertagih’ akan muncul di Laporan Laba Rugi PT. JAK dalam kelompok biaya opersional, yang mengurangi laba perusahaan di periode yang sama, yaitu tahun 2011.

Di sisi lainnya, akun ‘Cadangan Piutang Tak Tertagih’ akan muncul di Neraca sebagai kontra dari akun ‘Piutang Dagang’. Katakanlah saldo akun ‘Piutang Dagang’ PT. JAK di tahun 2011 adalah sebesar Rp 250,000,000, maka di Neraca 2011 akan nampak sebagai berikut:

Piutang Dagang                                                       = Rp 250,000,000
Dikurangi: Cadangan Piutang Tak Tertagih = (Rp 25,000,000)
Nilai Bersih Piutang Dagang                               = Rp 225,000,000

Sumber: http://jurnalakuntansikeuangan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan mengisi kolom komentar ini